Selasa, 28 Agustus 2012

Renungan Kala Itu

Bunga segar, kembang layu
Pohon tua tumbuhkan daun muda
Bunga bermacam warna, jenis dan aroma
Satu diantaranya tumbuh tinggi, hampir tanpa daun
Tanah kering, tanah kosong, tanah tak ditinggali
Singgah do’a
Basah tanah, tanah basah, tanah yang baru tersentuh
Bumi datar, sembunyikan lubang raga yang telah tua
Batu kembar warna-warni menjulang dari bumi
Tidak tinggi, namun cukup untuk membuatnya terlihat
Menunjukkan dengan tegas siapa pemiliknya
Sementara sebagian yang lainnya hanya terselimut debu dan daun kering
Terabaikan, terlupakan.

Kamis, 14 Juni 2012

Tell Me How to See


Ah, kenapa pagi datang cepat sekali? Apakah benar-benar tidak ada yang bisa mengerti? Aku masih ingin tidur, dan lagi kepalaku masih terasa sakit karena acara semalam. Last Friday Night.
                Tapi akhirnya kuputuskan juga untuk bangun dan mencuci mukaku. Aku tidak tahan karena sinar matahari langsung mengarah ke tempat tidurku. Sudah pukul tujuh kurang lima belas menit, dan aku malas berada di rumah. Jadi, kuputuskan saja untuk pergi kesekolah. Kedengarannya sinting memang.  Tapi biarlah! Aku lebih suka jika nanti Mang Ujo memarahiku karena datang dengan sangat terlambat ke sekolah, daripada aku harus berada di dalam neraka yang terpaksa kupanggil rumah.
                Sekarang aku sudah selesai mandi dan berpakaian. Aku telah siap degan baju putih abu-abu siap untuk berangkat ke sekolah dan jam d kamarku sudah menunjukkan pukul 07.15 am. Aku akan terlambat sekitar 30 menit ketika aku sampai nanti. Tapi, siapa yang peduli? Seperti saat ini saja, tidak ada yang pernah peduli terhadapku.
*****
                Hah, tanpa terasa hari sudah semakin malam. Kubuka lagi satu botol minuman yang dapat menenangkanku-walau hanya sesaat-ini. Entah mengapa orang-orang yang katanya sudah dewasa itu malah berperilaku seperti anak kesil yang memperebutkan permen? Saling berteriak! Bahkan mereka bertindak seperti orang yang sama sekali tak berpendidikan dengan mengeluarkan kata-kata yang kasar. Yang bahkan bisa melukai orang lain tanpa harus menunjuk orang tersebut.
                Kubesarkan volume stereo di kamarku. Mencoba untuk menutup telinga atas hal-hal yang tidak ingin kudengar. Alunan music-musik dari Laruku seolah mengiriku menuju ketidaksadaran karena minuman itu. Dan aku mendengar bunyi jam yang menandakan telah tepat tengah malam sesaat sebelum aku benar-benar hilang kesadaran.
*****
                Hah! Apakah sekarang sudah pagi? Mataku masih sangat berat untuk dibuka. Dan, kenapa aku seperti mendengar suara gitar yang sangat sumbang? Apa ini masih di dalam mimpi? Aku renggangkan sedikit tuduhku, dan sedetik kemudian aku merasakan sesuatu bergerak di tempat tidurku, menuju teat ke sampingku. Kubuka sedikit mataku dengan susah payah untuk melihat sesuatu yang bergerak tadi.
                “hai.” Sapa sesuatu tadi sambil tersenyum. Seorang gadis tepatnya. Kukerjapkan mataku beberapa kali untuk memastikan penglihatanku tidak salah. Untuk apa gadis itu disini. Dan mengapa ia harus memperlihatkan senyuman bodohnya?
                “bangun dong.” Ucapnya kemudian, ambil mengacung-acungkan sebuah bungkusan plastic yang di genggamnya tepat di atas wajahku. Seharusnya aku sudah bisa menebak tentang satu-satunya orang yang berani mengganggu hari mingguku. Siapa lagi kalau bukan satu-satunya saudara perempuan yang kumiliki. Dan sekarang aku tahu, aku tidak sedang bemimpi.
                “ahh, ntar ah! Ganggu  tidur orang aja tau nggak sih lu?!” ucapku malas, sambil mengubah posisi tidurku dan membelakanginya.
                “lo yakin?” tanyanya. “mmm,” igauku.
                “trus ini white chocolate, Cadbury, sama silverqueen almondnya buat siapa? Gue ngga doyan tau.” Celotehnya sambil mengguncang-guncangkan tubuhku.
                “yaudah sini!” kataku, sambil membalikkan badan untuk menggapai plasti itu, tapi kalah cepat dengan gerakan orang yang sedang tidak mengantuk sepertinya.
“enak aja! Mandi dulu sono.”
Aku yang malaspun lebih memilih untuk berusaha tidur kembali. Namun, sesaat kemudian aku merasakan Widya-gadis itu- menarik tanganku sambil berteriak.
“Ayo banguuuunnn!! Udah siang tau.”
“arghh….” Erangku. Tapi arwah di dalam tubuhku belum terkumpul sepenuhnya membuatku merasa sangat lemas. Sehingga akhirnya ia berhasil membuatku berdiri.
“emang ngga sadar apa, alkoholnya tuh bau banget! >,<” lanjutnya. Kali ini sambil mencoba mendorongku masuk ke kamar mandi.
“nanti gue tambahin pizza, deh!” katanya terus membujukku.
“iya..iya..!”kataku akhirnya. Lumayan juga coklat dan pizza itu. :P
*****
Aku coba untuk tak memperdulikan ocehannya. Aku ingin dia tahu bagaimana rasanya diacuhkan. Pantas saja ia meberiku coklat dan menjanjikan pizza. Ia pergi dari rumahnya, dan mematikan handphone-nya. Dan itu membuatku repot karena ketika ibunya yang terlampau sayang pada anak satu-satunya ini, menelpon. Sedangkan Widya malah menyuruhku tutup mulut. Dan sialnya, ia memberitahu tentang hal ini baru beberapa menit yang lalu, tepatnya setelah aku selesai mandi dan berganti baju.
“iihh! Lu dengerin gue ngga sih?” ujarnya dengan kesal. “kenapa sih lu susah banget buat dengerin gue doing?!” lanjutnya.
“yaudahlah, gue dengerin lu kok.” Jawabku malas, sambil memetik gitarku pelan.
“kenapa sih, ngga ada yang ngertiin gue?!” ucapnya. Gotcha, biasanya aku yang mengucakan kalimat itu. Bukan padanya, tapi pada orang-orang itu.
“nggak mama, ayah! Kenapa sih semua orang egois? Ngga bisa ngerti apa yang bener-bener gue mau!”.”lo juga! Mau sampe kapan lu cuekin gue? Seenggaknya sebelum gue mati, lu harus denger dan tahu satu hal aja tentang gue!”
“mati?” ulangku, antara kaget dan tidak mengerti.
“yaiyalah! Masa iya gue disuruh hidup selamanya?! Cepat atau lambat, gue juga akan mati! Lo mau sampe gue mati, kita masih cuek-cuekan gini?!”
“iya kalo lu duluan yang mati. Kalo gue duluan?”
“sama aja bodoh! Intinya kalau kita udah mati dan masih cuek-cuekan, kita akan mati tanpa tahu apa-apa tentang satu sama lain!” Kali ini ia sedikit berteriak, membuatku diam, berusaha untuk mencerna kata-katanya barusan.
“kok bengong, sih?!” tegurnya jengkel. Dan aku pun mendelik kearahnya kesal.
“lo yang kebanyakan ngomong tau!” tukasku.
“ihh, rese lo!” kali ini aku tahu ia benar-benar jengkel. Terlihat dari bibirnya yang ia majukan sedikit. Tapi kemudian….
Teot…toeot…
Aku kenal suara ini. Dan aku juga tahu ia sangat hapal pada suara yang berasal dari tukang cilok yang menjadi favoritnya. Ia menengok kearah luar. Sepertinya ia lupa bahwa ia sedang marah.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa melihat tingkahnya ini. Kukeluarkan uang 5 ribuan dari saku celanaku, mencoba merayunya agar tak lagi marah padaku.
“beli ah,” ucapku seraya meletakkan gitar dipangkuanku. Berlagak akan bangkit dan pergi.
“pergi aja sono!” tukasnya.
“bener nih? Padahal niatnya gue pengen beliin lo sekalian.” Kataku. Ia tampak menimbang-nimbang. Antara marah, gengsi, dan cilok favoritnya.
“bukannya minta maaf, malah main pergi-pergi aja.” Ucapnya seperti gumaman.
“nih,” kataku, sambil menjulurkan uang lima ribuan tadi kearahnya. Ia menoleh kearahku, dan sedetik kemudian ia uang itu telah berpindah tangan dan ia berlari keluar. Sepertinya ia mengerti bagaimana caraku meminta maaf.
“makasih Raka!” teriaknya dari luar.
“beliin gue sekalian!” teriakku.
“okeh!” katanya sambil menunjukkan senyumannya, sambil berteriak juga tentunya.
Aku kembali duduk dan menyandarkan tubuhku pada kursi dan memetik gitarku satu-satu. Benar juga apa katanya. Stiap orang pasti akan mati.dan tidak ada yang tau pasti kapan ia akan mengalaminya. Aku dan dia hidup di lingkungan yang tak jauh berbeda. Lingkungan yang sama-sama menuntut kami untuk selalu menjadi lebih baik lagi.
Walaupun ia terlihat ceria, memiliki banyak orang yang-sepertinya-menyayanginya dan juga teman yang banyak, siapa yang bisa menjamin kalu ia tidak kesepian?
Dan betapa bodohnya aku. Selalu melihat bahwa masalah hanya datang padaku. Selalu merasa bahwa orang lain pantas mendapatkan dan merasakan apa yang aku rasakan. Tapi sekarang aku sadar, itu semua hanya akan menjadi adil untukku, tapi sama sekali tidak akan membuatku puas.
Aku juga baru menyadari, elama ini aku terlalu buta untuk melihat bahwa ia ada untukku. Dan benar juga, bukankah lebih baik menyayangi pa yang kita miliki, jika kita tidak bisa memiliki apa yang kita sayangi?
“nih.” Katanya, sambil menyerahkan sebungkus cilok padaku.
“anggep aja ini ganti rugi buatcoklat tadi. Tapi, lo masih punya utang pizza ke gue.” Kataku, menerima bungkusan itu.
“okay my lord, your command is my wish.” Ucapnya sambil membungkukkan badan, berlagak seperti aku adalah rajanya. Dan sedetik kemudian, setelah sekian lama kami tertawa bersama.

Kamis, 24 Mei 2012

want revenge


Cinta tlah melebur dan menjelmalah benci
Saat itu segala nafsu yang diluapkan takkan mampu memuaskan rasa
Hanya terasa dendam yang semakin menjamur
Merambat dan membawa hama
Hati kini dipenuhi benci yang takkan berganti
Lelaki yang dulunya dipuja, kini justru menjadi provokator pemakan jiwa suci
Janji putih telah terabai oleh ia
Ia tak lagi berucap manis
Hanya bertingkah, dan mulut  bicara dengan tangan
Kewajiban yang diperintah, terlalai
Segalanya tak ada yang lain kecuali ia, nafsunya, dan durhakanya
Salahkah jika pihak merugi membalas dendam?
Haruskah pihak merugi terus berlaku sabar dan ikhlas dan terus menjadi pihak tertindas
Kerupawanan tlah menutupi banyak kebohongan
Manisnya kata dan kalimat tlah menjerat mangsa
Ketika itu korban akan tertangkap dan terbuang sia-sia

Kamis, 05 April 2012

curhatan gue

jujur ya, gue tuh ngiri sama elu-elu pada
panas nggak sih kalo ada yang ngomong gini .. "si A yang pinter lah, si B yang banyak temennya-lah, si C yang rajinlah, si D yang ceria-lah ..."
selalu aja gue disama-samain, dibanding-bandingin ...
fine! emang dia punya lebih banyak kelebihan, tapi apa perlu gue disama-samain sama orang lain.
asal  lo tau ye, I HATE IT!
sumpah deh, dulu pada bilangnya be your self, nyatanya? #crott
ngenes banget tau!

bukan cuma karena itu sebenernya, tapi juga karena gue ngerasa selalu aja kalian yang lebih beruntung...
kalian yang punya banyak temen, kalian yang banyak dipeduliin, kalian yang bisa ngejalanin masalah dengan senyum dan kalian juga yang lebih dalam segala hal...

gue yakin Tuhan itu ga pernah tidur! tapi gue juga yakin Tuhan punya rencana yang indah pada waktunya ...
tapi gue juga manusia yang kadang nggak punya cukup rasa sabar ......

Selasa, 21 Februari 2012

Cinta itu Klise :D

“Dar, tahu nggak? Sebenernya kemunafikan itu perlu, karena kejujuran yang sebenernya cuma akan lo temuin di sinetron, novel, atau cerita roman lainnya.” Ucap Vira  selesai Idar menceritakan kisah sedihnya mengenai kekasihnya yang hanya menganggapnya bank berjalan.
    “maksudnya?” Tanya Idar.
    “mm.. lu inget gak film Barbie yang gue suka tonton dan lo cela abis-abisan?” Tanya Vira. Idar terdiam sebentar sambil mengingat-ingat, lalu menggeleng.
    Vira  mengangguk maklum. “lo tahu gak kenapa gue suka film itu?” pertanyaan yang bodoh, sebenarnya. Karena bahkan Idar tidak tahu Film apa yang ia maksud. Idar kembali menggeleng.
    “ada 1 lagu dalam film itu yang gue suka. Liriknya gini
‘sometime what’s real, is something you can’t see’” jawab Vira sambil menyanyikan sepenggal lirik dari lagu dengan judul ‘believe’ tersebut.
    “maksudnya?” Tanya Idar. Tampak sangat bingung dengan ucapan teka-teki yang sejak tadi diucapkan Vira.
    “eh, gue duluan ya. Bus gue udah dateng tuh.”detik berikutnya Vira bangkit sambil menepuk pelan pundak Idar dan bangkit pergi meninggalkannya.

******
‘kupuisikan, rindu dihatiku. Kuharap tiada seorang pun tahu. Biar kusimpan saja. Biar kupendam sudah. Terlarang sudah rinduku padamu.’
Perlahan namun pasti lagu itu selesai juga dinyanyikan. Kali ini Vira tidak bernyanyi untuk para pengunjung di café seperti biasanya. Vira hanya duduk di tepi jendela kamrnya dan memeluk gitar kesayangannya semakin erat. Selanjutnya, ia letakkan gitar itu di sudut ruangan lalu membaringkan tubuhnya dan mulai mencoba untuk memejamkan mata. Tapi nihil!
Jam di kamar menunjukan pukul 22.30
Cukup lama Vira menatap jam itu dan mendengarkan  setiap detaknya. Dan perlahan-lahan, jembatan antara dunia nyata dengan mimpi semakin jelas terbentang.
******
“Gue cuma gak habis fikir sama dia, Vir. Gue cuma minta dia buat jujur .” “padahal lo tahu sendiri kan, gimana sayangnya gue, perhatian gue,semua udah gue kasih sama dia.” Cerita Idar mengalir deras setelah tadi sore ia mendapati kenyataan pahit dari kekasihnya.
     “ gue sayang, Vir. Gue sayang banget sama dia. Tapi kenapa dia harus giniin gue sih? Diduain! Dan dianggap nggak ada!” Pandangannya kosong. “dosa gue segitu banyaknya, ya? Sampe gue dapet karma yang bikin gue sakit banget gini! Vir, lo ngerti perasaan gue, kan?” Tanya lelaki itu pada Vira.
    Vira menoleh ke arah Idar dan mengangguk. Tak perlu kata lain lagi, karena hingga detik berikutnya Idar tetap bungkam. Maka ia memutuskan pula diam, menatap ke arah hampa datang. Entahlah, karena saat ini ada fikiran lain yang menggelitik dan mengganggu fokus Vira. Cukup lama masa diam itu terjadi. Dan tanpa terasa, karena saat ini sudah hampir pukul sembilan.
    “ Dar, Tuhan gak akan kasih cobaan diluar batas kemampuan hambanya. Dan…”
    “ Vir,,,” potong Idar. “lo pernah nggak ngalamin hal seperti yanag saat ini terjadi dengan gue?” tanyanya. Vira mengangguk namun hanya menunduk dan menggeleng lemah.
    “ berarti lo nggak ngerti apa yang gue rasain.” Ucap Idar.”gak usah Vir. Lo gak usah sok mengerti dengan keadaan gue ini. Udah cukup buat saat ini gue dapat kebohongan yang harus gue telan bulat-bulat, dan gak perlu lagi lu tambahin dengan sikap sok ngerti dengan keadaan gue,” tandasnya. Dan, saat itu Vira dapat mengenali emosi di mata sahabatnya itu.
    “ Dar…” Vira mencoba menahan emosinya dan… emosinya sendiri.
    “ udahlah, Vir! Gue gak perlu dikasihani!” tukas Idar tajam.
    “ apa lo pernah ada di posisi gue, yang selalu menjadi pendengar setia buat sahabatnya?” Tanya Vira dengan emosi yang entah sampai kapan bisa ia tahan.
“ oh.. jadi selama ini, lo anggep cuma jadi beban? Fine!”
    “ kali ini dengerin dulu kalo gue ngomong. Gue belom selesai ngomong!” Vira menghentakkan kakinya dan berdiri menghadap Idar. Suaranya kali ini sedikit meninggi, karena jujur saja ia sangat kesal pada Idar. Untungnya, keadaan taman sedang sepi. Jadi, tidak akan ada yang terganggu bila nanti terjadi hal yang tidak diinginkan.
    Idar diam, mungkin karena terkejut atas sikap Vira yang jadi emosional.
    “ apa lo pernah ada di posisi gue? Apa dalam posisi gue saat ini, gue harus bersikap datar dan gak coba buat ngertiin lo?”
    “ justru gue sadar, karena mungkin gue belum pernah ada di posisi lo, gue akan bisa kasih support lebih banyak ke lo!” Ucap Vira panjang lebar.
    “ gue juga heran, kenapa lo bisa segitu gak relanya lo melepas dia.” lanjutnya lirih. Tapi sangat membuatnya menyesal karena detik berikutnya ia menyadari bahwa Idar mendengar ucapan terakhirnya itu.
    “gue… gue sayang sama dia.” jawabnya.
    “gimana dengan gue? Lo anggep apa gue selama ini? Hah!” tantang gadis itu.
    “ Vir…”
    “jawab, Dar!” kali ini Vira mulai tidak sabar.
    “gue sayang sama lo.” Idar menjawab. Tentu dengan ekspresi yang lain dengan ketika ia bilang menyayangi Nia, cewek yang telah melukainya.
    “sayang? Hmp!” Vira hanya tersenyum sinis. “trus apa bedanya dengan dia?” Idar  diam.
    “lu yang belum pernah jatuh cinta apalagi ngejalanin hubungan gak akan ngerti posisi gue saat ini yang serba rumit.” Jawabanya datar. Sekarang Vira yang diam. Jujur saja, gadis itu  sangat kecewa atas jawaban sahabatnya barusan.
    “oh ya?!”
    “Dar, sampai saat ini gue masih ragu, sebenarnya lu anggep gue apa. Gue gak tahu selama ini apa lo ada peduli atau pernah nggak lu coba buat tahu sedikit aja tentang keadaan gue.”
    “lo bener kalo bilang gue belum pernah pacaran. Tapi lo salah 1 hal. lo salah nganggep gue belom pernah jatuh cinta! Lo salah kalo nganggep gue nggak ngerti apa-apa! Gue bukan anak kecil, Dar!” Jelas Vira. Entah mengapa Idar hanya diam. Ada rasa terkejut dan sakit?
    “5 tahun, Dar. Lima tahun gue nunggu! Tapi ternyata dia jauh dari apa yang gue tahu tentang dia saat pertama gue kenal dia!” “walau akhirnya gue cuma bisa diam dan melihat dia dengan cewek yang bahkan udah nyakitin dia! Alasan gue yang utama sebenarnya klise. Tapi jujur, dengan ada di dekat dia, gue udah nyaman. Dan itu lebih dari cukup! Karena kenyamanan itu pertama gue rasa dalam hidup gue.”
Penjelasannya barusan menimbulkan perasaan baru yang aneh bagi Idar. Dan salah satu alasannya adalah, ini kali pertama Idar melihat Vira begitu emosional dengan mata yang siap menumpahkan airnya. Dan sebagai sahabat, Idar  juga merasa tidak berguna karena ia merasa tidak tahu lebih banyak dari yang Vira tunjukkan.
“lu pikir gue orang macem apa? Apa lu pikir gue tega menambah kesedihan orang lain dengen cerita gue yang juga sedih. Atau gue orang jahat yang tega merusak kebahagiaan orang.” Ucap Vira. Satu lagi pukulan telak buat Idar. Mungkin ini salah gue karena gak pernah kasih lu kesempatan buat ngomong lebih tentang lu. Dan, gue nggak ada di saat lu butuh. Sorry. Batin Idar.
Tepat setelah tadi Vira selesai bicara, ringtone di hp-nya berdering. Dan sekarang, ia sedang bicara dengan seseorang. Sementara Idar  masih terpaku pada refleksi bulan di tengah kolam ikan. Entah apa yang harus ia fikirkan dan dilakukannya saat ini.
“Dar, gue pulang duluan ya.” Ucap Vira membuyarkan lamunannya. Rupanya ia sudah selesai menelepon. Ia membalikkan badan dan hendak beranjak, namun berhenti.
“oh ya,, waktu itu lo pernah nanyain tentang bokap-nyokap gue kan?  Sori gue baru bisa jawab sekarang. Mereka udah cerai 6 tahun lalu. Dan nyokap meninggal setahun setelah itu. Sementara bokap, gue hampir gak pernah coba buat tahu tentang dia. Gue duluan.” Jawabnya, semakin membuat dada Idar terasa sesak.
******
“gue harap lo bisa ngertiin posisi gue saat ini.” Jawab gadis itu lirih.
“gue berusaha, Vir selalu. Tapi gue juga sadar gak mungkin menunggu selamanya.” Ucap lelaki itu. “gue juga berharap lo bisa ngertiin posisi gue.”
“kasih gue waktu sebentar lagi. Gue janji gak akan lama.” Jawab gadis itu akhirnya. Lelaki itu mengangguk mengerti.
“thanks, Dit”

******
Saat ini, Idar memutuskan untuk pulang. Dengan langkah berat ia mencoba untuk berjalan menuju gerbang depan taman ini, dimana motornya terparkir. Suasana taman sudah semakin nyaris seperti kuburan jika tidak ada lampu disekitar sini. Sampai saat ini lelaki itu masih memikirkan ucapan Vira tentang kedua orang tuanya tadi. Susunan kalimat yang seolah menyatakan perpisahan.
Sesampainya di gerbang depan, langkahnya terhenti. Reflex, Idar menyembunyikan tubuhnya pada sebuah batang pohon yang cukup besar. Bukan hal yang menyedihkan, sebenarnya. Tapi detik berikutnya hp-ku menderingkan ringtone dengan lagu “Believe”. Dan air matanya pun  meleleh tanpa bisa dicegah.
Disana berdiri sesosok yang sejak tadi dan hingga kini berhasil membuat dadanya sesak oleh perasaan asing yang aneh. Melihatnya dalam pelukan seseorang yang telah dengan jelas ia kenal. Adit. Kini Idar mengerti arti kalimat itu. “sometime what’s real, is something you can’t see.” Ucapnya lirih. Selama ini cinta yang nyata itu sama sekali nggak terlihat. JeTaime, Vir. Sorry….





*note : naskah aslinya aku post di pesbuk ;D

Páginas

Blogroll

Blogger templates

Blogger news